Thursday, December 6, 2018

Pendirian pesantren denanyar (part 4)

 Sebelum membca cerita ini sebaiknya anda membaca kisah sebelumnya agar anda dapat mengetahui runtutan ceritanya 

     
        Hasil pemilihan ternyata di luar dugaan. Wa–laupun lebih muda, tiba-tiba Kiai Bisri bisa meraih suara terbanyak. Kiai Wahab pun menerima keka–lahan dengan berbesar hati, apalagi yang menga–lahkan adalah sahabat dekatnya sekaligus adik ipar–nya sendiri.Demikian halnya Kiai Bisri yang memperoleh kemenangan, juga sangat rendah hati. Walaupun telah dipilih oleh muktamirin, tetapi kemudian Kiai Bisri segera memberikan sambutan, selama masih ada Kiai Wahab yang lebih senior dan lebih alim, Kiai Bisri tidak bersedia menduduki jabatan itu. “Karena itu saya menyatakan untuk mengundurkan diri dan kembali menyerahkan jabatan ini kepada Kiai Wahab Chasbullah,” demikian sambutannya, sebagaimana ditulis Majalah Aula, Juni 2010.


      Menanggapi sikap Kiai Bisri, Kiai Wahab me–nerima amanah itu. Tidak perlu merasa tersinggung, karena walaupun sudah uzur tetapi merasa masih dibutuhkan untuk memimpin NU dalam meng–hadapi situasi sulit masa orde baru. Sementara Kiai Bisri dipercaya sebagai Wakil Rais Aam. Kemudian ketika Kiai Wahab wafat pada tahun 1972, baru Kiai Bisri menduduki posisi sebagai Rais Aam.Tampaknya, yang mendekati kebenaran, den–gan melihat fakta di atas adalah, bahwa Kiai Bisri menolak menjadi Rais Aam PBNU terjadi pada Mukatamar ke-25 tahun 1971 di Surabaya, me–ngingat setahun setelahnya, yakni 1972, Kiai Wahab Hasbullah meninggal dunia, dan kemudian posisi Rais Aam dijabat oleh Kiai Bisri.

          Perlu dicatat, dibalik kesuksesan KH. Bisri Syansuri mendirikan pesantren dan menjadi ulama yang disegani, ada Nyai Hj. Chodidjah, seorang istri yang selalu mendoakan, mendukung, berpuasa dan tirakatan untuk suaminya. Kepekaan spiritual se–orang istri ini juga berpengaruh kuat sebagai trans–misi ilahiyah.

       Muhassonah menceritakan, keseharian Nyai Chadidjah cukuplah sederhana dan penuh tirakat. “Mbah Nyai Chodidjah ikutirakate gede, daharnya sedi–kit. Keistimewaan Mbah Nyai itu, kalau punya hajat, alhamdulillah, selalu dikabulkan Allah,” kenangnya.Selain bentuk dukungan spiritual, Nyai Hj. Chadidjah merupkan seseorang yang romantis da–lam kehidupan rumah tangganya, bersama KH. Bisri Syansuri. Sisi romantika tersebut terpancarkan dalam sapaan antar suami istri yaitu dengan saling menyapa ‘Mad’.

         Peristiwa romantika ini juga masih terekam de–ngan baik oleh Nyai Muhassonah. Ceritanya, ketika Bu Nyai Chadidjah berkehendak menjodohkan put–rinya, Sholichah dengan Wahid Hasyim —putra Kiai Hasyim Asy’ari— sempat terlontar komentar Mbah Bisri yang disampaikan ke Nyai Chadidjah, “Mad, kodok kok mbok jodokne rembulan,” kelakarNyai Chadidjah. “Yo gak opo-opo seh Mad,” timpal Kiai Bisri. Demikian kenang Nyai Muhassonah atas peristiwa tersebut.

terus simak kisah kiyahi bisri syansuri

No comments: