kisah berikut merupakan kisah lanjutan dari sebelumnya, agar kalian dapat mengetahui sejarah secara singkatnya sebaiknya saya menyarankan agar membaca kisah selanjutnya dengan cara KLIK DISINI.
“KH. Bisri Syansuri tidak ‘menyerang keluar’, melainkan menerima di tempat sendiri bagi mereka yang berkeinginan mengubah diri secara berangsur-angsur,” tulis Gus Dur dalam catatannya.
Sebagaimana diceritakan oleh generasinya, ke–berhasilan Kiai Bisri membangun situs peradaban Islam di Denanyar juga berkat kedisiplinannya yang tinggi. “Beliau adalah sosok yang disiplin. Tak hanya ibadah, sampai masalah dahar dan ngunjuk. Terutama, disiplin masalah shalat. Jangan sampai meninggalkan shalat lima waktu dan shalat jamaah,” kenang Muhas–sonah Hasbullah.
Dalam kenangannya, Nyai Muhassonah juga menceritakan keseharian Kiai Bisri, yang tergolong sederhana. Ini ditunjukkan pada saat makan. “Dahar beliau itu sedikit, paling tiga sampai lima sendok.Menunya lele, sayur bening, dan ndak pernah macem-macem. Daharnya setelah Isya,” tuturnya.Selain disiplin yang tinggi, keberhasilannya membangun Denanyar sebagai pusat peradaban dan pembangunan Islam, juga dikarenakan sifat ta–wadhu’nya yang tinggi. Kiai Bisri juga dikenal memiliki sifat Tawadhu’ yang sangat tinggi. Muhas–sonah menuturkan bahwa ia pernah diwejang oleh Kiai Bisri untuk selalu menghormati para guru.
“Wong iku yen pingin ilmunya manfaat, ya harus mulyakan guru lan putrane, itu yang beliau contohkan, (Jika seseorang menginginkan ilmunya manfaat, seyogyanya ia harus memulyakan guru-guru dan putra-putrinya),” kenangnya.Ketawadlu’an Kiai Bisri juga terlihat ketika terpilih menjadi Rais Aam PBNU pada Muktmar ke-25 di Surabaya, 1971. Dalam pemilihan Kiai Bisri tampil sebagai Rais Aam yang baru. Namun, di hadapan sidang Kiai Bisri menegaskan, “Selama masih ada Kyai Wahab, saya hanya bersedia menduduki jabatan dibawah beliau!”.
Majalah Aula, Juni 2010 menulis lebih lengkap, namun sedikit berbeda, dengan redaksi demikian: Meski dikenal tegas dalam mempertahankan prinsip, kesantunan Kiai Bisri juga tak perlu diragukan. Saat berlangsungnya Muktamar NU ke-24 pada tahun 1967 di Bandung, Kiai Bisri menunjukkan sikap tawadlu’ yang perlu kita teladani.Ketika itu sedang terjadi pemilihan Rais ‘Aam NU, para muktamirin peserta muktamar harusmemilih antara dua Kiai sepuh yang sama-sama berwibawa, yaitu Kiai Wahab Hasbullah yang saat itu menjabat Rais ‘Aam, dengan Kiai Bisri yang menjadi salah satu Rais Syuriah PBNU.
tetap baca kisah sejarah mengenai kiyai bisri syansuri, admin akan mengupload cerita lanjutannya terimakasih. dengan KLIK DISINI KISAH PART 4
No comments:
Post a Comment