Tuesday, September 13, 2016

ARTIKEL TENTANG UPACARA ADAT KASADA DI SUKU TENGGER

ARTIKEL TENTANG UPACARA ADAT KASADA DI SUKU TENGGER

Saya di sini mencoba membahas bagaimana adat istiadat dari sekitar daerah saya yang berlangsung terus menerus setiap tahunnya yang di laksanakan oleh masyarakat tengger yaitu melakukan suatu upacara yang di namakan kasada untuk menghormati leluhur dan gunung bromo.

Suku Tengger adalah pemeluk agama Hindu lama dan tidak seperti pemeluk agama Hindu umumnya yang memiliki candi-candi sebagai tempat peribadatan. Untuk melakukan peribadatan maka mereka akan melakukannya di punden, danyang dan poten. Poten sendiri merupakan sebidang lahan di lautan pasir di kaki Gunung Bromo sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga mandala. Bagi masyarakat Suku Tengger, Upacara adat adalah salah satu wujud rasa syukur masyarakat Tengger kepada tuhan.

Upacara kasada ini adalah upacara untuk memperingati pengorbanan seorang Raden Kusuma anak Jaka Seger dan lara Anteng. Selain itu upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat tengger untuk meminta keselematan dan berkah. Upacara ini dilaksanakan padat tanggal 14 s.d. 16 bulan Kasada atau saat bulan purnama tampak di langit secara utuh setiap setahun sekali. Pada saat upacara ini berlangsung masyarakat suku tengger berkumpul dengan membawa hasil bumi, ternak peliharaan dan ayam sebagai sesaji yang disimpan dalam tempat yang bernama ongkek. Pada saat sudah mencapai di kawah gunung Bromo, seluruh sesaji tersebut dilemparkan ke tempat tersebut. Adapun upacara ini merupakan jalan ujian bagi pulun mulenen atau dukun baru untuk disahkan sebagai dukun, jika dukun baru keliru dalam melaksanakan proses upacara Kasada maka dukun tersebut gagal menjadi dukun. Upacara Kasada sebagai peringatan pengorbanan Raden Kusuma merupakan penghormatan kepada Raden Kusuma yang rela berkorban untuk keselamatan masyarakat tengger. Dalam legenda upacara Kasada di Gunung Bromo terdapat mahkluk halus yang tidak memiliki nama akan tetapi dipanggil Sang Yang Widi yang digambarkan sebagai asal-usulnya dari kerajaan Majapahit sebelum keturunan kerajaan Hindu-Budha di Jawa. Ada perjanjian antara roh Dewa Kusuma dengan masyarakat Tengger yang harus memberi sesajian setiap tanggal 14 bulan Kasada.
         
     Dalam upacara Kasada masyarakat Tengger terdapat beberapa tahapan upacara yang harus dilaksanakan agar upacara Kasada berlangsung dengan khidmat yaitu Puja purkawa, Manggala upacara, Ngulat umat, Tri sandiya, Muspa, Pembagian bija, Diksa widhi, Penyerahan sesaji di kawah Bromo. Proses berjalannya upacara Kasada dimulai pada Sadya kala puja dan berakhir sampai Surya puja dimana seluruh masyarakat Tengger menuju Gunung Bromo untuk menyampaikan korban. Upacara Kasada dimulai dengan pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan sendratari Rara Anteng Jaka Seger di panggung terbuka Desa Ngadisari. Tepat pada pukul 24.00 diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan masyarakat di lautan pasir Gunung Bromo. Bagi masyarakat Tengger, dukun merupakan pemimpin dalam bidang keagamaan yang biasanya memimpin upacara-upacara ritual perkawinan dll. Pada saat ini sebelum dukun dilantik, para dukun harus lulus ujian dengan cara menghafal dan membacakan mantra-mantra. Setelah selesai upacara, ongkek yang berisi sesaji dikorbankan di Puden Cemara Lawang dan kawah Gunung Bromo. Seluruh ongkek tersebut dilemparkan ke dalam kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan nenek moyang mereka. Upacara Kasada Bromo sendiri telah digelar sejak masa Kerajaan Majapahit dan Gunung Bromo memang dianggap sebagai tempat suci.

Upacara Kasada Masyarakat Tengger telah membawa manfaat bagi masyarakat tengger. Selain untuk meminta keselamatan, upacara ini mampu menyedot banyak perhatian seluruh kalangan masyarakat. Ada nilai politik dalam upacara Kasada ini dimana upacara Kasada merupakan upacara yang juga bertujuan untuk menancapkan kekuatan politik di daerah tersebut.

Makna Dibalik Upacara Kasada

Upacara tradisional merupakan salah satu bentuk ungkapan budaya, banyak mengandung nilai-nilai yang dapat diteladani dan diinternalisasi oleh generasi penerus. Pada hakekatnya sistem nilai merupakan posisi sentral dari struktur budaya suatu masyarakat, dan sistem nilai merupakan fenomena dan problem dasar kehidupan manusia, karena sistem nilai merupakan perangkat struktur dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun secara sosial.  Demikian pula nilai-nilai yang terkandung dalam upacara Kasada, merupakan fenomena dan problematik dasar dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, sehingga upacara ini senantiasa dilaksanakan oleh masyarakat  pendukungnya  di  kawasan Tengger  pada  khususnya,  dan masyarakat umum yang menganggap upacara tersebut mempunyai makna atau keunikan bagi dirinya.

Perwujudan upacara tradisi tersebut direncanakan dan diatur segala sesuatunya lebih dahulu yang tidak hanya memecahkan masalah manusia saja tetapi juga memmpunyai nilai-nilai yang membangun suatu peradaban. Dengan demikian selalu mengalami perubahan sejalan dengan roda peradaban itu sendiri, serta mempunyai arti penting dalam kebudayaan manusia yang memberi nilai tertentu sepanjang perjalanan sejarah manusia.  
 Nilai  budaya  yang  dapat  dipetik  untuk  diteladani yang diwariskan oleh nenek moyang melalui upacara tradisional Kasada antara lain adalah sebagai berikut :



1. Sebagai Penghormatan terhadap Leluhur

 Upacara tradisional Kasada merupakan sarana ucapan rasa syukur dari masyarakat kawasan gunung Bromo kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan perlindungannya karena keberhasilannya, tidak hanya menjadikan masyarakat  meningkatkan sektor pertanian, juga perdagangan, kerajinan dan kesejahteraan hidup mereka. Pada perkembangan selanjutnya upacara ini dikaitkan dengan cikal bakal atau sesepuh desa sebagai pepunden-nya dalam memimpin seluruh kegiatan terkait dengan pelaksanaan upacara tradisional, serta penghormatan terhadap perjuangan nenek moyang (cikal bakal) masyarakat Tengger yang telah membangun dan memberikan perlindungan terhadap hidup mereka. 

2. Sebagai Kepatuhan

Dalam upacara radisional Kasada, faktor kepatuhan nampak pada masyarakat pendukungnya secara patuh melaksanakan upacara tersebut yang pada hakekatnya merupakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka tidak mau melanggar pelaksanaan upacara ini seperti misalnya mengganti hari pelaksanaan atau bahkan meniadakan upacara itu sendiri. Faktor kepatuhan juga nampak pada persiapan pembuatan sesaji upacara. Mereka secara teliti mempersiapkan macam-macam sesaji dengan lengkap, karena kalau salah satu sesaji ada yang kurang lengkap, maka mereka mempunyai kepercayaan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Dengan adanya faktor kepatuhan seperti tersebut di  atas secara tidak langsung masyarakat pendukung upacara ini telah mempunyai kesadaran akan arti dari kepatuhan terhadap lingkungannya. Hal ini apabila direfleksikan apa yang telah diperbuat oleh masyarakat pendukung upacara tersebut, bisa  dikatakan sebagai suatu  pelajaran bagi masyarakat untuk belajar mematuhi segala aturan yang ada di lingkungannya.

3. Sebagai Unsur Kebersamaan dan Kerukunan  

Sejak persiapan upacara sampai dengan akhir upacara banyak melibatkan masyarakat di lingkungannya. Keterlibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan upacara, menunjukkan bahwa di antara mereka terjalin hubungan saling membutuhkan  untuk bisa bersama-sama melaksanakan upacara. Hal ini nampak pada saat pengumpulan bahan-bahan sesaji, pembuatan kerangka bambu untuk pembuatan  ongkek, serta pembersihan tempat di rumah Carik. Hal ini menunjukkan adanya kebersamaan dan kerukunan di antara masyarakat, karena di samping mereka membuat sesaji secara perorangan juga membuat sesaji desa yang berfungsi sebagai unsur utama.

4. Sebagai Aset Wisata
Upacara tradisional Kasada banyak mendapat perhatian dari masyarakat luas, Hal ini terbukti dengan banyaknya pengunjung yang datang ingin menyaksikan upacara tersebut, tidak hanya seluruh masyarakat setempat melainkan mereka yang bukan pemeluk agama Hindu pun hadir. Pengunjung selain mengikuti upacara mereka datang untuk menyaksikan keindahan alam pada saat malam purnama maupun pagi hari saat matahari terbit di ufuk timur. Banyaknya pengunjung yang datang untuk menghadiri atau menyaksikan upacara tradisional tersebut secara tidak langsung merupakan wisatawan domestik maupun mancanegara. Kondisi demikian akan menambahan penghasilan bagi masyarakat setempat karena di antara mereka terjadi transaksi jual beli barang-barang dagangannya. Dengan demikian upacara tradisional Kasada yang dilaksanakan di kawasan gunung Bromo secara tidak langsung merupakan salah satu aset wisata budaya bagi pemerintah maupun masyarakat di kawasan tengger. 
Dalam adat tradisi kasada ini masyarakat tengger terus melsetarikan kebudayaan nenek moyang yang menjadikan masyarakat tengger mersa aman dari hal-hal yang tidak di inginkan, selain itu bamyak manfaat yang di rasakan masyarakat pedalaman suku tengger dalam upacara ini yaitu selain melemparkan sesajen ke kawah G.BROMO masyarakat pedalaman bisa mengambil sesajen itu di sekitar kawah G.BROMO,mereka sangat berterimakasaih pada masyarakat tenngger yang sudah melemparkan sesajen karena isi dari sesajen tersebut bisa di bawa pulang dan bisa di pergunakan untuk sedikit mengurangi pengeluran perekonomian nya, serta bisa mendekat kan persaudaraan masyarakat tengger pedalam dengan masyarakat lain nya.
lanjut baca artikel klik disini ya kawan.....semoga bermanfaat

No comments: