Saturday, January 26, 2019

makalah belajara dan pembelajaran multiple intelegensi



MAKALAH
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
“Multiple Intelegensi”







BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan.
Menurut Dr. Thomas Amstrong, setiap anak dilahirkan dengan membawa potensi yang memungkinkan mereka untuk menjadi cerdas. Sifat yang menjadi bawaan itu antara lain : keingintahuan, daya eksplorasi terhadap lingkungan, spontanitas,
Teori kecerdasan ganda (multiple intelligences) memandang kecerdasan tidak hanya berdasarkan kemampuan logika atau bahasa saja, namun memiliki kecerdasan-kecerdasan lain yang selama ini tidak menjadi perhatian. Kecerdasan tidak dilihat sebagai berhasil dengan baik mengerjakan tes atau mengingat sejumlah tugas tertentu, namun sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang berharga dalam lingkungannya. Hal ini terjadi karena seperti yang diungkapkan oleh Kuhn (1962) bahwa :
a.       Inteligensi bukanlah harga mati atau secara statis terberi saat lahir;
b.      Inteligensi dapat dipelajari, diajarkan, dan ditingkatkan; serta
c.       Inteligensi merupakan suatu fenomena yang bersifat multidimensional dan dapat muncul dalam berbagai tingkat dalam otak/pikiran/system kebutuhan kita.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Sejak kapan manusia mulai mengenal kecerdasan  majemuk?
2.      Apa yang dimaksud dengan kecerdasan majemuk?
3.       Apa saja jenis-jenis kecerdasan majemuk!
4.      Faktor apa saja yang mempengaruhi kecerdasan?
5.       Apa saja yang merupakan faktor pendorong dan penghambat kecerdasan
6.      Kenapa mempelajari kecerdasan majemuk itu penting?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah kecerdasan majemuk atau multiple intelligence
2.      Untuk mengetahui pengertian kecerdasan majemuk
3.      Untuk mengetahui jenis-jenis kecerdasan majemuk
4.      Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kecerdasan
5.      Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat kecerdasan
6.      Untuk mengetahui manfaat mempelajari kecerdasan majemuk
7.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah pengenalan peserta didik




BAB II
ISI
2.1  Sejarah Munculnya Teori Kecerdasan Majemuk/ Multiple Intelligence
Konsep multiple intelligence diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Prof. Howard Gardner pada yaitu seorang psikolog dan profesor utama di Cognition and Education, Harvar Graduate School of Education dan juga profesor di bidang Neurologi, Boston University School of Medicine. Konsep ini memiliki esensi bahwa setiap orang adalah unik, Setiap orang perlu menyadari dan mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya. Setiap siswa berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.
Konsep kecerdasan majemuk atau multiple intelligences berawal dari karya Horward Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun 1983 yang didasarkan atas hasil penelitian selama beberapa tahun tentang kapasitas kognitif manusia (Human Cognitif Capacities). Gardner menolak asumsi bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukkan penguasaan yang berbeda, individu memiliki beberapa kecerdasan dan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi.
Gardner menetapkan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap kecerdasan agar dapat dimasukkan dalam teorinya diantaranya adalah:
1.    Setiap kecerdasan dapat dilambangkan misalnya Matematika jelas ada lambang, Musik ada lambang, kinestetik ada lambang atau irama gerak (seperti: lambaian tangan, untuk selamat tinggal atau mau tidur dan lain-lain). 
2.    Setiap kecerdasan mempunyai riwayat perkembangan artinya tidak seperti IQ yang meyakini bahwa kecerdasan itu mutlak tetap dan sudah ditetapkan saat kelahiran atau tidak berubah, MI (Multiple Intelligences) percaya bahwa kecerdasan itu muncul pada titik tertentu dimasa kanak-kanak, mempunyai periode yang berpotensi untuk berkembang selama rentang hidup dan berisikan pola unik yang secara berlahan atau cepat semakin merosot seiring dengan semakin tuanya seseorang.
3.    Setiap Kecerdasan rawan terhadap cacat akibat kerusakan atau cedera pada wilayah otak tertentu. Misalnya orang dengan kerusakan pada Lobus Frontal pada belahan otak kiri, tidak mampu berbicara atau menulis dengan mudah, namun tanpa kesulitan dapat menyanyi, melukis dan menari. Orang yang Lobus,Temporalnya yang kanan yang rusak, mungkin mengalami kesulitan di bidang musik tetapi dengan mudah mampu bicara, membaca dan menulis. Pasien dengan kerusakan pada Lobus Oksipital belahan otak kanan mengkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membayangkan atau mengamati detail visual.  
4.    Setiap kecerdasan mempunyai keadaan akhir berdasar nilai budaya.Artinya tidak harus Matematis-Logis yang penting atau Spatial atau Musik, atau tergantung budaya masing-masing misalnya ada kemampun naik kuda, melacak jejak dan lain-lain dalam budaya tertentu itu sangat penting dan lain-lain
2.2  Pengertian Kecerdasan Majemuk/ Multiple Intelligence
Sebelum kita mengetahui mengenai apa itu kecerdasan majemuk, terlebih dahulu kita ketahui apa yang dimaksud dengan kecerdasan. Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagi berikut:
a.       Kemampuan menyelesaikan masalah atau produk mode yang merupakan konsekuensi dalam suasana budaya.
b.      Keterampilan memecahkan masalah membuat seseorang mendekati situasi yang sasaran harus dicapai.
c.       Kemampuan untuk menemukan arah/cara yang tepat kea rah sasaran tersebut (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Tidak hanya mendefinisikan kecerdasan Prof. Howard Gardner mendefinisikan mengenai kecerdasan majemuk/ganda. Seorang ahli psikologi kognitif dari Universitas Harvard ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan ganda (multiple intelligences) adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu. Artinya, setiap orang jika dihadapkan pada satu masalah, ia memiliki sejumlah kemampuan untuk memecahkan masalah yang berbeda sesuai dengan konteksnya. Kemampuan “memecahkan” masalah tidak hanya berkaitan dengan berhasil atau tidaknya menghitung perkalian, namun juga meliputi kemampuan membentuk suatu tim, kemampuan untuk mengatur anggota dalam kelompokguna bersama-sama memecahkan masalah yang sulit, dan lain-lain. Sementara itu “menciptakan suatu produk” meliputi kemampuan membentuk sesuatu dari lilin (tanah liat), menciptakan suatu bentuk tarian, dan sebagainya. Sedangkan “bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu” berkaitan dengan apa dampaknya bagi lingkungan, keuntungan yang dapat dipetik oleh orang lain. Misalnya, dapat dinikmati keindahannya, anggota tim dapat bekerja lebih sistematis.
Gardner memandang kecerdasan tidak semata-mata berdasarkan skor tertentu yang telah memiliki nilai standar melainkan berdasarkan ukuran kemampuan yang dikuasai oleh individu. Pendekatan ini mencoba memahami bagaimana pikiran individu dalam menjalankan kehidupan, baik yang berkaitan dengan benda-benda konkret maupun hal-hal yang bersifat abstrak sehingga bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada hanyalah anak yang lebih menguasai satu bidang tertentu atau beberapa bidang lain. Oleh karena itu, bidang atau kecerdasan tertentu yang kurang dikuasai dapat distimulasi agar lebih terampil. Namun demikian, Gardner juga mempercayai bahwa setiap individu memiliki kecenderungan untuk cerdas pada satu bidang tertentu sehingga individu tidak memerlukan usaha yang susah payah untuk mengembangkannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka Gardner mengembangkan suatu kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur apakah potensi yang dimiliki oleh seseorang memang merupakan suatu kecerdasan yang sesungguhnya.
2.3  Jenis-jenis Kecerdasan
A.    Jenis Kecerdasan
Gardner menyebutkan ada delapan jenis kecerdasan yang kemudian berkembang menjadi 10 jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu, yaitu :
1.      Kecerdasan Linguistik.
Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan (misalnya pendongeng, orator, atau politis) maupun tertulis (misalnya sastrawan, penulis drama, editor, wartawan). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa atau struktur, fonologi, semantik dan pragmatik.
Ciri-ciri anak dengan kecerdasan linguistic yang menonjol biasanya senang membaca, pandai bercerita, senang menulis cerita atau puisi, senang belajar bahasa asing, mempunyai perbendaharaan kata yang baik, pandai mengeja, suka menulis surat atau e-mail, senang membicarakan ide-ide dengan teman-temannya, memiliki kemampuan kuat dalam mengingat nama atau fakta, menikmati permainan kata (utak-atik kata, kata-kata tersembunyi, scrabble atau teka-teki silang, bolak-balik kata, plesetan atau pantun) dan senang membaca tentang ide-ide yang menarik minatnya.
2.      Kecerdasan Matematis-Logis
Kemampuan menggunakan angka dengan baik (misalnya, ahli matematika, akuntan pajak, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar misalnya, sebagai ilmuwan, pemrogaman computer, atau ahli logika). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola hubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi logis dan abstraksi lain.
Seseorang dengan kecerdasan matematis logis yang tinggi biasanya memiliki ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan, mudah mengerjakan matematika dalam benaknya, suka memecahkan misteri, senang menghitung, suka membuat perkiraan, menerka jumlah (seperti menerka jumlah uang logam dalam sebuah wadah), mudah mengingat angka-angka serta skor-skor, menikmati permainan yang menggunakan strategi seperti catur atau games strategi, memperhatikan antara perbuatan dan akibatnya (yang dikenal dengan sebab-akibat), senang menghabiskan waktu dengan mengerjakan kuis asah otak atau teka-teki logika, senang menemukan cara kerja komputer, senang mengelola informasi kedalam tabel atau grafik dan mereka mampu menggunakan komputer lebih dari sekedar bermain games.
3.       Kecerdasan Spasial
Kemampuan mempersepsikan dunia spasial-visual secara akurat (misalnya, sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentrasformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut (misalnya, decorator interior, arsitek, seniman, atau penemu). Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempersentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam atriks spasial. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam spasial biasanya lebih mengingat wajah ketimbang nama, suka menggambarkan ide-idenya atau membuat sketsa untuk membantunya menyelesaikan masalah, berpikir dalam bentuk gambar-gambar serta mudah melihat berbagai objek dalam benaknya, dia juga senang membangun atau mendirikan sesuatu, senang membongkar pasang, senang membaca atau menggambar peta, senang melihat foto-foto/gambar-gambar serta membicarakannya, senang melihat pola-pola dunia disekelilingnya, senang mencorat-coret, menggambar segala sesuatu dengan sangat detail dan realistis, mengingat hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk gambar-gambar, belajar dengan mengamati orang-orang yang sedang mengerjakan banyak hal, senang memecahkan teka-teki visual/gambar serta ilusi optik dan suka membangun model-model atau segala hal dalam 3 dimensi. Anak dengan kecerdasan visual biasanya kaya dengan khayalan sehingga cenderung kreatif dan imajinatif.
4.       Kecerdasan Kinetis-Jasmani
Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan (misalnya, sebagai aktor, pemain pantonim, atlet, atau penari) dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya, sebagai perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan (proprioveptive) dan hal yang berkaitan dengan sentuhan (tactile & haptic).(Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami tubuh cenderung suka bergerak dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan fisik serta suka bergerak sambil berpikir, mereka juga senang berakting, senang meniru gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga atau berprestasi dalam bidang olahraga tertentu, terampil membuat kerajinan atau membangun model-model, luwes dalam menari, senang menggunakan gerakan-gerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal.
5.        Kecerdasan Musikal
Kemampuan menangani bentuk-bentuk musical, dengan cara mempersepsi (misalnya pemikat music), membedakan (misalnya sebagai kritikus musik), menggubah (misalnya, sebagai composer), dan mengekspresikan (misalnya sebagai penyanyi). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada, irama, pola titik nada atau melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam bermusik biasanya senang menyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen musik, mampu membaca not balok/angka, mudah mengingat melodi atau nada, mampu mendengar perbedaan antara instrumen yang berbeda-beda yang dimainkan bersama-sama, suka bersenandung/bernyanyi sambil berpikir atau mengerjakan tugas, mudah menangkap irama dalam suara-suara disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya (bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau menghentakkan kaki), senang mengarang/menulis lagu-lagu atau rap-nya sendiri dan mudah mengingat fakta-fakta dengan mengarang lagu untuk fakta-fakta tersebut.
6.       Kecerdasan Interpersonal.
Kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak isyarat; kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal; dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (misalnya mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Jika seseorang memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya ia suka mengamati sesama, mudah berteman, suka menawarkan bantuan ketika seseorang membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok serta percakapan yang hangat dan mengasyikkan, senang membantu sesamanya yang sedang bertikai agar berdamai, percaya diri ketika bertemu dengan orang baru, suka mengatur kegiatan-kegiatan bagi dirinya sendiri dan teman-temannya, mudah menerka bagaimana perasaan sesamanya hanya dengan mengamati mereka, mengetahui bagaimana cara membuat sesamanya bersemangat untuk bekerja sama atau bagaimana agar mereka mau terlibat dalam hal-hal yang diminatinya, lebih suka bekerja dan belajar bersama ketimbang sendirian, dan senang bersukarela untuk menolong sesama. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu berinteraksi dengan baik dan memiliki empati yang besar terhadap teman-temannya.
7.       Kecerdasan Intrapersonal
Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat. (kekuatan dan keterbatasan diri) ; kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, tempramen, dan keinginan. Serta kemampuan berdisplin diri, memahami dan menghargai diri. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri biasanya lebih suka bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka menetapkan serta meraih sasaran-sasarannya sendiri, mengetahui bagaimana perasaannya dan mengapa demikian dan seringkali ia menghabiskan waktu hanya untuk merenungkan dalam-dalam tentang hal-hal yang penting baginya. Anak dengan kecerdasan intrapersonal biasanya sadar betul akan bidang yang menjadi kemahirannya dan bidang dimana dia tidak terlalu mahir. Anak seperti ini biasanya sadar betul akan siapa dirinya dan ia sangat senang memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti.
8.       Kecerdasan Naturalis
Keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya formasi awan dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang dibesarkan di lingkungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak hidup, seperti karet dan sampul kaset CD. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka binatang, pandai bercocok tanam dan merawat kebun di rumah atau di lingkungannya, peduli tentang alam serta lingkungan. Selain itu ia juga senang berkemah atau mendaki gunung di alam bebas, senang memperhatikan alam dimanapun dia berada, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang berbeda-beda.
9.       Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan yang berhubungan dengan kapasitas dan kemampuan (Gardner, 2003). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filsuf.
10.    Spiritual
Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesatu yang bersifat transenden atau penyadaran akan nilai-nilai akidah-keimanan, keyakinan akan kebesaran Tuhan. Kecerdasan ini meliputi kesadaran suara hati, internalisasi nilai, aktualisasi, dan keikhlasan. Misalnya menghayati batal dan haram dalam agama, toleransi, sabar, tawakal, dan keyakinan akan takdir baik dan buruk. Mengaktualisasikan hubungan dengan Tuhan berdasarkan keyakinannya.
B.     Poin-poin kunci dalam teori kecerdasan majemuk
Disamping pembahasan kedelepan kecerdasan perlu diperhatikan beberapa poin tentang model kecerdasan majemuk berikut ini:
1.      Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan.
2.       Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai.
3.      Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks.
4.      Ada banyak cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori.
C.    Kecerdasan majemuk dan perkembangan kepribadian
Untuk menerapkan suatu model pembelajaran di lingkungan sekolah. Guru harus terlebih dahulu menerapkan model tersebut apabila tidak memiliki pemahaman empiris tentang teori tersebut dan menjalaninya sendiri sulit bagi guru menerapkan model tersebut pada anak didik. Ketika guru mulai menerapkannya pada diri sendiri akan akan jelas terlihat bagaimana kefasihan guru atau kekurang fasihan guru. Menggunakan kedelapan kecerdasan itu dapat mempengaruhi kecakapan guru ketika menjalankan peran-peran sebagai pendidik. Teori kecerdasan majemuk adalah model yang sangat tepat baik untuk melihat kekuatan mengajar maupun untuk mempelajari wilayah-wilayah yang perlu diperbaiki.
2.4  Faktor-faktor yang mempengaruhi intelligence
Intelegensi tiap individu cenderung berbeda-beda. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain sebagai berikut:
1.      Faktor Bawaan atau Keturunan.
Faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, cukup pintar dan sangatpintar, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama. Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
2.      Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas.
Faktor minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar,sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Intelegensi bekerja dalam situasi yang berlain-lainan tingkat kesukarannya. Sulit tidaknya mengatasi persoalan ditentukan pula oleh pembawaan.
3.      Faktor Pembentukan atau Lingkungan.
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya. Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
4.      Faktor Kematangan.
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik mauapun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, Karena soal soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
Kecerdasan tidak tetap statis, tetapi cepat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembangnya intelegensi sedikit banyak sejalan dengan perkembangan jasmani, umur dan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai (kematangannya).
5.      Faktor Kebebasan.
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima faktor di atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.

2.5  Pendorong dan Penghambat Kecerdasan
Crystallizing Experiences dan Paralyzing Experiences adalah dua proses kunci dalam perkembangan kecerdasan. Pengalaman yang mengkristalkan (Crystallizing Experiences) adalah “titik balik” dalam perkembangan bakat dan kemampuan orang, sering kali titik balik itu terjadi pada awal masakanak-kanak meskipun dapat terjadi sepanjang hidup.
Sedangkan pengalaman yang melumpuhkan (Paralyzing Experiences) untuk menyebut pengalaman yang mematikan “kecerdasan”, misalnya seorang guru mungkin mempermalukan siswa di depan kelas. Pengalaman yang melumpuhkan sering kali dipenuhi oleh perasaan malu, rasa bersalah, takut, kemarahan dan emosi negatif lain (miller, dalam amstrong, 2002).
Sejumlah pengaruh lingkungan juga berperan mendorong atau menghambat perkembangan kecerdasan. Pengaruh tersebut antara lain:
1.         Akses ke sumber daya atau mentor;
2.         Faktor historis-kultural;
3.         Faktor geografis;
4.         Faktor keluarga;
5.         Faktor situasional;
2.6  Manfaat Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)
Manfaat Multiple Inteligences (kecerdasan majemuk) di dalam proses pendidikan yaitu:
1.         Kita dapat menggunakan kerangka kecerdasan majemuk  dalam melaksanakan proses pengajaran secara luas. Aktivitas yang dapat dilakukan seperti menggambar, menciptakan lagu, mendengarkan musik, dan melihat pertunjukan dapat menjadi pintu masuk yang vital ke dalam proses belajar. Bahkan siswa yang penampilannya kurang baik pada saat proses belajar  menggunakan pola tradisional (menekankan bahasa dan logika). Jika aktivitas ini dilakukan akan memunculkan semangat mereka untuk belajar.
2.         Dengan kecerdasan majemuk, maka seorang pendidik menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan talentanya.
3.         Peran serta orang tua dan masyarakat akan semakin meningkat dalam mendukung proses belajar mengajar. Hal ini bisa terjadi karena setiap aktivitas siswa di dalam proses belajar akan melibatkan anggota masyarakat.
4.         Siswa akan mampu menunjukkan dan bebagi tentang kelebihan yang dimilikinya. Membangun kelebihan yang dimiliki akan memberikan suatu motivasi untuk menjadikan siswa sebagai seorang spesialis.
5.         Pada saat seorang pendidik mengajar dalam rangka memahami, siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang positif dan meningkatkan kemampuan untuk mencari solusi dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya.
6.         Kecerdasan Majemuk memberikan pandangan bahwa terdapat sembilan macam kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Yang membedakan antara satu dengan yang lainnya adalah komposisi atau dominasi dari kecerdasan tersebut.
Selain itu berpijak pada teori kecerdasan majemuk, maka manfaat yang dapat dirasakan secara umum adalah:
1.         Dapat membuat setiap anak merasa senang dalam belajar.
2.         Merangsang potensi kecerdasan setiap anak secara maksimal sesuai dengan jenis kecerdasannya masing-masing.
3.         Memperlakukan potensi kecerdasan anak secara lebih adil dan proposional.
4.         Bagi seorang guru teori ini sangat bermanfaat dalam memperkaya metode pengajaran secara kreatif dan inovatif. Dan mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakn kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Kecerdasan adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang tidak akan semuanya sama dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki orang lain, karena kemampuan banyak jenisnya (beranekaragam), dan keanekaragaman dari kemampuan-kemampuan itu disebut dengan kecerdasan majemuk (multiple intelegensi).
2.      Menurut Gardner kecerdasan atau intelegensi ada 10 macam yaitu: Kecerdasanlinguistic ( Linguistik intelligence ), Intelegensi logis-matematis ( Logical matematich), Intelegensi Musik ( Musical intelegence ), Intelegensi kinestetik. , Intelegensi Visual-Spasial,Intelegensi Interpersonal, Intelegensi Intrapersonal, Intelegensi Naturalis, Intelagensi Emosional, Intelegensi Spiritual.
3.      Faktor – faktor yang mempengaruhi intelegensi adalah faktor bawaan atau keturunan, faktor minat dan pembawaan yang khas, faktor pembentukan atau lingkungan, faktor kematangan, faktor kebebasan.



















DAFTAR PUSTAKA

Internet.Onlinehttp://www.id.islamicsources.com/download/MULTIPLE%20INTELLIGENCES.pdf Diakses pada 29 September 2018
Internet.Online http://digilib.uinsby.ac.id/10899/5/bab%202.pdf Diakses pada 29 September 2018






No comments: