MAKALAH
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
“Multiple Intelegensi”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan pada
dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui
pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi.
Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu
tugas atau pekerjaan.
Menurut Dr. Thomas Amstrong, setiap anak dilahirkan dengan membawa potensi
yang memungkinkan mereka untuk menjadi cerdas. Sifat yang menjadi bawaan itu
antara lain : keingintahuan, daya eksplorasi terhadap lingkungan, spontanitas,
Teori kecerdasan ganda (multiple intelligences) memandang kecerdasan
tidak hanya berdasarkan kemampuan logika atau bahasa saja, namun memiliki
kecerdasan-kecerdasan lain yang selama ini tidak menjadi perhatian. Kecerdasan
tidak dilihat sebagai berhasil dengan baik mengerjakan tes atau mengingat
sejumlah tugas tertentu, namun sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan
menghasilkan sesuatu yang berharga dalam lingkungannya. Hal ini terjadi karena
seperti yang diungkapkan oleh Kuhn (1962) bahwa :
a.
Inteligensi bukanlah harga mati atau
secara statis terberi saat lahir;
b.
Inteligensi dapat dipelajari, diajarkan,
dan ditingkatkan; serta
c.
Inteligensi merupakan suatu fenomena
yang bersifat multidimensional dan dapat muncul dalam berbagai tingkat dalam
otak/pikiran/system kebutuhan kita.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Sejak kapan manusia mulai mengenal
kecerdasan majemuk?
2.
Apa yang dimaksud dengan kecerdasan
majemuk?
3.
Apa saja jenis-jenis kecerdasan
majemuk!
4.
Faktor apa saja yang mempengaruhi
kecerdasan?
5.
Apa saja yang merupakan faktor
pendorong dan penghambat kecerdasan
6.
Kenapa mempelajari kecerdasan majemuk
itu penting?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui sejarah kecerdasan
majemuk atau multiple intelligence
2.
Untuk mengetahui pengertian kecerdasan
majemuk
3.
Untuk mengetahui jenis-jenis kecerdasan
majemuk
4.
Untuk mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi kecerdasan
5.
Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong
dan penghambat kecerdasan
6.
Untuk mengetahui manfaat mempelajari
kecerdasan majemuk
7.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
pengenalan peserta didik
BAB II
ISI
2.1
Sejarah Munculnya Teori Kecerdasan
Majemuk/ Multiple Intelligence
Konsep multiple intelligence diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Prof.
Howard Gardner pada yaitu seorang psikolog dan profesor utama di Cognition and
Education, Harvar Graduate School of Education dan juga profesor di bidang
Neurologi, Boston University School of Medicine. Konsep ini
memiliki esensi bahwa setiap orang adalah unik, Setiap orang perlu menyadari
dan mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya. Setiap
siswa berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.
Konsep kecerdasan majemuk atau multiple intelligences berawal dari karya
Horward Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun 1983 yang didasarkan atas hasil
penelitian selama beberapa tahun tentang kapasitas kognitif manusia (Human
Cognitif Capacities). Gardner menolak asumsi bahwa kognisi manusia merupakan satu
kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian
besar individu menunjukkan penguasaan yang berbeda, individu memiliki beberapa
kecerdasan dan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang
cukup tinggi.
Gardner menetapkan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap kecerdasan agar dapat
dimasukkan dalam teorinya diantaranya adalah:
1. Setiap kecerdasan dapat dilambangkan misalnya Matematika jelas
ada lambang, Musik ada lambang, kinestetik ada lambang atau irama
gerak (seperti: lambaian tangan, untuk selamat tinggal atau mau
tidur dan lain-lain).
2. Setiap kecerdasan mempunyai riwayat perkembangan artinya tidak seperti
IQ yang meyakini bahwa kecerdasan itu mutlak tetap dan sudah ditetapkan saat
kelahiran atau tidak berubah, MI (Multiple Intelligences) percaya bahwa
kecerdasan itu muncul pada titik tertentu dimasa kanak-kanak, mempunyai periode
yang berpotensi untuk berkembang selama rentang hidup dan berisikan pola unik
yang secara berlahan atau cepat semakin merosot seiring dengan semakin tuanya
seseorang.
3. Setiap Kecerdasan rawan terhadap cacat akibat kerusakan atau cedera pada
wilayah otak tertentu. Misalnya orang dengan kerusakan pada Lobus
Frontal pada belahan otak kiri, tidak mampu berbicara atau menulis
dengan mudah, namun tanpa kesulitan dapat menyanyi, melukis dan menari. Orang
yang Lobus,Temporalnya yang kanan yang rusak, mungkin
mengalami kesulitan di bidang musik tetapi dengan mudah mampu bicara,
membaca dan menulis. Pasien dengan kerusakan pada Lobus Oksipital belahan
otak kanan mengkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membayangkan atau
mengamati detail visual.
4. Setiap kecerdasan mempunyai keadaan akhir berdasar nilai budaya.Artinya
tidak harus Matematis-Logis yang penting atau Spatial atau Musik, atau
tergantung budaya masing-masing misalnya ada kemampun naik kuda, melacak
jejak dan lain-lain dalam budaya tertentu itu sangat penting dan
lain-lain
2.2
Pengertian Kecerdasan Majemuk/
Multiple Intelligence
Sebelum kita mengetahui mengenai apa itu kecerdasan majemuk, terlebih
dahulu kita ketahui apa yang dimaksud dengan kecerdasan. Howard Gardner
mendefinisikan kecerdasan sebagi berikut:
a.
Kemampuan menyelesaikan masalah atau
produk mode yang merupakan konsekuensi dalam suasana budaya.
b.
Keterampilan memecahkan masalah membuat
seseorang mendekati situasi yang sasaran harus dicapai.
c.
Kemampuan untuk menemukan arah/cara yang
tepat kea rah sasaran tersebut (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran.
2010).
Tidak hanya mendefinisikan kecerdasan
Prof. Howard Gardner mendefinisikan mengenai kecerdasan majemuk/ganda. Seorang
ahli psikologi kognitif dari Universitas Harvard ini menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan kecerdasan ganda (multiple intelligences) adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai
dalam satu latar belakang budaya tertentu. Artinya, setiap orang jika
dihadapkan pada satu masalah, ia memiliki sejumlah kemampuan untuk memecahkan
masalah yang berbeda sesuai dengan konteksnya. Kemampuan “memecahkan” masalah
tidak hanya berkaitan dengan berhasil atau tidaknya menghitung perkalian, namun
juga meliputi kemampuan membentuk suatu tim, kemampuan untuk mengatur anggota
dalam kelompokguna bersama-sama memecahkan masalah yang sulit, dan lain-lain.
Sementara itu “menciptakan suatu produk” meliputi kemampuan membentuk sesuatu
dari lilin (tanah liat), menciptakan suatu bentuk tarian, dan sebagainya.
Sedangkan “bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu” berkaitan dengan
apa dampaknya bagi lingkungan, keuntungan yang dapat dipetik oleh orang lain.
Misalnya, dapat dinikmati keindahannya, anggota tim dapat bekerja lebih
sistematis.
Gardner memandang kecerdasan tidak
semata-mata berdasarkan skor tertentu yang telah memiliki nilai standar
melainkan berdasarkan ukuran kemampuan yang dikuasai oleh individu. Pendekatan
ini mencoba memahami bagaimana pikiran individu dalam menjalankan kehidupan,
baik yang berkaitan dengan benda-benda konkret maupun hal-hal yang bersifat
abstrak sehingga bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada
hanyalah anak yang lebih menguasai satu bidang tertentu atau beberapa bidang
lain. Oleh karena itu, bidang atau kecerdasan tertentu yang kurang dikuasai
dapat distimulasi agar lebih terampil. Namun demikian, Gardner juga mempercayai
bahwa setiap individu memiliki kecenderungan untuk cerdas pada satu bidang
tertentu sehingga individu tidak memerlukan usaha yang susah payah untuk
mengembangkannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka Gardner mengembangkan
suatu kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur apakah potensi yang dimiliki
oleh seseorang memang merupakan suatu kecerdasan yang sesungguhnya.
2.3
Jenis-jenis Kecerdasan
A.
Jenis Kecerdasan
Gardner menyebutkan ada delapan jenis kecerdasan yang kemudian berkembang
menjadi 10 jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu, yaitu :
1.
Kecerdasan
Linguistik.
Kemampuan menggunakan
kata secara efektif, baik secara lisan (misalnya pendongeng, orator, atau politis)
maupun tertulis (misalnya sastrawan, penulis drama, editor, wartawan). (Yatim
Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini meliputi kemampuan
memanipulasi tata bahasa atau struktur, fonologi, semantik dan pragmatik.
Ciri-ciri anak dengan kecerdasan linguistic yang menonjol biasanya senang
membaca, pandai bercerita, senang menulis cerita atau puisi, senang belajar
bahasa asing, mempunyai perbendaharaan kata yang baik, pandai mengeja, suka
menulis surat atau e-mail, senang membicarakan ide-ide dengan teman-temannya,
memiliki kemampuan kuat dalam mengingat nama atau fakta, menikmati permainan
kata (utak-atik kata, kata-kata tersembunyi, scrabble atau teka-teki silang,
bolak-balik kata, plesetan atau pantun) dan senang membaca tentang ide-ide yang
menarik minatnya.
2.
Kecerdasan
Matematis-Logis
Kemampuan menggunakan angka dengan baik (misalnya, ahli matematika, akuntan
pajak, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar misalnya, sebagai
ilmuwan, pemrogaman computer, atau ahli logika). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru
Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola hubungan logis,
pernyataan dan dalil, fungsi logis dan abstraksi lain.
Seseorang dengan kecerdasan matematis logis yang tinggi biasanya memiliki
ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan, mudah
mengerjakan matematika dalam benaknya, suka memecahkan misteri, senang
menghitung, suka membuat perkiraan, menerka jumlah (seperti menerka jumlah uang
logam dalam sebuah wadah), mudah mengingat angka-angka serta skor-skor,
menikmati permainan yang menggunakan strategi seperti catur atau games
strategi, memperhatikan antara perbuatan dan akibatnya (yang dikenal dengan
sebab-akibat), senang menghabiskan waktu dengan mengerjakan kuis asah otak atau
teka-teki logika, senang menemukan cara kerja komputer, senang mengelola
informasi kedalam tabel atau grafik dan mereka mampu menggunakan komputer lebih
dari sekedar bermain games.
3.
Kecerdasan
Spasial
Kemampuan mempersepsikan dunia spasial-visual secara akurat (misalnya,
sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentrasformasikan persepsi dunia
spasial-visual tersebut (misalnya, decorator interior, arsitek, seniman, atau
penemu). Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempersentasikan ide
secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam atriks
spasial. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam spasial biasanya lebih
mengingat wajah ketimbang nama, suka menggambarkan ide-idenya atau membuat
sketsa untuk membantunya menyelesaikan masalah, berpikir dalam bentuk
gambar-gambar serta mudah melihat berbagai objek dalam benaknya, dia juga
senang membangun atau mendirikan sesuatu, senang membongkar pasang, senang
membaca atau menggambar peta, senang melihat foto-foto/gambar-gambar serta
membicarakannya, senang melihat pola-pola dunia disekelilingnya, senang
mencorat-coret, menggambar segala sesuatu dengan sangat detail dan realistis,
mengingat hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk gambar-gambar, belajar
dengan mengamati orang-orang yang sedang mengerjakan banyak hal, senang
memecahkan teka-teki visual/gambar serta ilusi optik dan suka membangun
model-model atau segala hal dalam 3 dimensi. Anak dengan kecerdasan visual
biasanya kaya dengan khayalan sehingga cenderung kreatif dan imajinatif.
4.
Kecerdasan Kinetis-Jasmani
Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan
(misalnya, sebagai aktor, pemain pantonim, atlet, atau penari) dan keterampilan
menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya, sebagai
perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan ini meliputi
kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan,
keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima
rangsangan (proprioveptive) dan hal yang berkaitan dengan sentuhan
(tactile & haptic).(Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran.
2010).
Anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami tubuh cenderung suka bergerak
dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan fisik serta
suka bergerak sambil berpikir, mereka juga senang berakting, senang meniru
gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga atau berprestasi
dalam bidang olahraga tertentu, terampil membuat kerajinan atau membangun
model-model, luwes dalam menari, senang menggunakan gerakan-gerakan untuk
membantunya mengingat berbagai hal.
5.
Kecerdasan Musikal
Kemampuan menangani bentuk-bentuk musical, dengan cara mempersepsi
(misalnya pemikat music), membedakan (misalnya sebagai kritikus musik),
menggubah (misalnya, sebagai composer), dan mengekspresikan (misalnya sebagai
penyanyi). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada, irama, pola titik nada atau
melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu. (Yatim Riyanto, Paradigma
Baru Pembelajaran. 2010).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam bermusik biasanya senang
menyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen musik, mampu
membaca not balok/angka, mudah mengingat melodi atau nada, mampu mendengar
perbedaan antara instrumen yang berbeda-beda yang dimainkan bersama-sama, suka
bersenandung/bernyanyi sambil berpikir atau mengerjakan tugas, mudah menangkap
irama dalam suara-suara disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal
dengan tubuhnya (bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau
menghentakkan kaki), senang mengarang/menulis lagu-lagu atau rap-nya sendiri
dan mudah mengingat fakta-fakta dengan mengarang lagu untuk fakta-fakta
tersebut.
6.
Kecerdasan Interpersonal.
Kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta
perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah,
suara, gerak isyarat; kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal;
dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan
pragmatis tertentu (misalnya mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan
tindakan tertentu). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Jika seseorang memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya ia suka
mengamati sesama, mudah berteman, suka menawarkan bantuan ketika seseorang
membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok serta percakapan yang hangat
dan mengasyikkan, senang membantu sesamanya yang sedang bertikai agar berdamai,
percaya diri ketika bertemu dengan orang baru, suka mengatur kegiatan-kegiatan
bagi dirinya sendiri dan teman-temannya, mudah menerka bagaimana perasaan
sesamanya hanya dengan mengamati mereka, mengetahui bagaimana cara membuat
sesamanya bersemangat untuk bekerja sama atau bagaimana agar mereka mau
terlibat dalam hal-hal yang diminatinya, lebih suka bekerja dan belajar bersama
ketimbang sendirian, dan senang bersukarela untuk menolong sesama. Anak yang
memiliki kecerdasan interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia
mampu berinteraksi dengan baik dan memiliki empati yang besar terhadap
teman-temannya.
7.
Kecerdasan
Intrapersonal
Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman
tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat.
(kekuatan dan keterbatasan diri) ; kesadaran akan suasana hati, maksud,
motivasi, tempramen, dan keinginan. Serta kemampuan berdisplin diri, memahami
dan menghargai diri. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri biasanya
lebih suka bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka menetapkan serta
meraih sasaran-sasarannya sendiri, mengetahui bagaimana perasaannya dan mengapa
demikian dan seringkali ia menghabiskan waktu hanya untuk merenungkan dalam-dalam
tentang hal-hal yang penting baginya. Anak dengan kecerdasan intrapersonal
biasanya sadar betul akan bidang yang menjadi kemahirannya dan bidang dimana
dia tidak terlalu mahir. Anak seperti ini biasanya sadar betul akan siapa
dirinya dan ia sangat senang memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu
hari nanti.
8.
Kecerdasan Naturalis
Keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan
sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya
formasi awan dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang dibesarkan di lingkungan
perkotaan, kemampuan membedakan benda tak hidup, seperti karet dan sampul kaset
CD. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka
binatang, pandai bercocok tanam dan merawat kebun di rumah atau di
lingkungannya, peduli tentang alam serta lingkungan. Selain itu ia juga senang
berkemah atau mendaki gunung di alam bebas, senang memperhatikan alam dimanapun
dia berada, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang berbeda-beda.
9.
Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan yang
berhubungan dengan kapasitas dan kemampuan (Gardner, 2003). (Yatim Riyanto,
Paradigma Baru Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filsuf.
10. Spiritual
Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesatu yang bersifat transenden atau
penyadaran akan nilai-nilai akidah-keimanan, keyakinan akan kebesaran Tuhan.
Kecerdasan ini meliputi kesadaran suara hati, internalisasi nilai, aktualisasi,
dan keikhlasan. Misalnya menghayati batal dan haram dalam agama, toleransi,
sabar, tawakal, dan keyakinan akan takdir baik dan buruk. Mengaktualisasikan
hubungan dengan Tuhan berdasarkan keyakinannya.
B.
Poin-poin kunci dalam teori kecerdasan
majemuk
Disamping pembahasan
kedelepan kecerdasan perlu diperhatikan beberapa poin tentang model kecerdasan
majemuk berikut ini:
1.
Setiap orang memiliki kedelapan
kecerdasan.
2.
Orang pada umumnya dapat
mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai.
3.
Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja
bersamaan dengan cara yang kompleks.
4.
Ada banyak cara untuk menjadi cerdas
dalam setiap kategori.
C.
Kecerdasan majemuk dan perkembangan
kepribadian
Untuk menerapkan suatu
model pembelajaran di lingkungan sekolah. Guru harus terlebih dahulu menerapkan
model tersebut apabila tidak memiliki pemahaman empiris tentang teori tersebut
dan menjalaninya sendiri sulit bagi guru menerapkan model tersebut pada anak
didik. Ketika guru mulai menerapkannya pada diri sendiri akan akan jelas
terlihat bagaimana kefasihan guru atau kekurang fasihan guru. Menggunakan
kedelapan kecerdasan itu dapat mempengaruhi kecakapan guru ketika menjalankan
peran-peran sebagai pendidik. Teori kecerdasan majemuk adalah model yang sangat
tepat baik untuk melihat kekuatan mengajar maupun untuk mempelajari
wilayah-wilayah yang perlu diperbaiki.
2.4 Faktor-faktor
yang mempengaruhi intelligence
Intelegensi
tiap individu cenderung berbeda-beda. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain
sebagai berikut:
1.
Faktor Bawaan atau Keturunan.
Faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan
atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh
faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang
bodoh, cukup pintar dan sangatpintar, meskipun mereka menerima
pelajaran dan pelatihan yang sama. Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai
tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar,
korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada
anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan
ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya.
Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka
tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling
kenal.
2.
Faktor Minat
dan Pembawaan yang Khas.
Faktor minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif
yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar,sehingga apa yang
diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan
lebih baik. Intelegensi bekerja dalam situasi yang berlain-lainan tingkat
kesukarannya. Sulit tidaknya mengatasi
persoalan ditentukan pula oleh pembawaan.
3.
Faktor Pembentukan atau Lingkungan.
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang
direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak
direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya. Walaupun ada ciri-ciri yang
pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan
perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak
sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi,
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting.
4.
Faktor Kematangan.
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Setiap organ manusia baik fisik mauapun psikis, dapat dikatakan telah matang,
jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan
fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak anak belum
mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, Karena soal soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan
fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan
kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
Kecerdasan tidak tetap statis, tetapi cepat tumbuh dan berkembang. Tumbuh
dan berkembangnya intelegensi sedikit banyak sejalan dengan perkembangan
jasmani, umur dan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai (kematangannya).
5.
Faktor Kebebasan.
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam
memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima
faktor di atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya.
Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau
berpatokan kepada salah satu faktor saja.
2.5 Pendorong dan Penghambat Kecerdasan
Crystallizing Experiences dan Paralyzing Experiences adalah dua proses
kunci dalam perkembangan kecerdasan. Pengalaman yang mengkristalkan
(Crystallizing Experiences) adalah “titik balik” dalam perkembangan bakat dan
kemampuan orang, sering kali titik balik itu terjadi pada awal masakanak-kanak
meskipun dapat terjadi sepanjang hidup.
Sedangkan pengalaman yang melumpuhkan (Paralyzing Experiences) untuk
menyebut pengalaman yang mematikan “kecerdasan”, misalnya seorang guru mungkin
mempermalukan siswa di depan kelas. Pengalaman yang melumpuhkan sering kali
dipenuhi oleh perasaan malu, rasa bersalah, takut, kemarahan dan emosi negatif
lain (miller, dalam amstrong, 2002).
Sejumlah pengaruh lingkungan juga berperan mendorong atau menghambat
perkembangan kecerdasan. Pengaruh tersebut antara lain:
1.
Akses ke sumber daya atau mentor;
2.
Faktor historis-kultural;
3.
Faktor geografis;
4.
Faktor keluarga;
5.
Faktor situasional;
2.6 Manfaat Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)
Manfaat Multiple
Inteligences (kecerdasan majemuk) di dalam proses pendidikan yaitu:
1.
Kita dapat menggunakan kerangka
kecerdasan majemuk dalam melaksanakan proses pengajaran secara luas.
Aktivitas yang dapat dilakukan seperti menggambar, menciptakan lagu,
mendengarkan musik, dan melihat pertunjukan dapat menjadi pintu masuk yang
vital ke dalam proses belajar. Bahkan siswa yang penampilannya kurang baik pada
saat proses belajar menggunakan pola tradisional (menekankan bahasa dan
logika). Jika aktivitas ini dilakukan akan memunculkan semangat mereka untuk
belajar.
2.
Dengan kecerdasan majemuk, maka seorang
pendidik menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan
kebutuhan, minat, dan talentanya.
3.
Peran serta orang tua dan masyarakat
akan semakin meningkat dalam mendukung proses belajar mengajar. Hal ini bisa
terjadi karena setiap aktivitas siswa di dalam proses belajar akan melibatkan
anggota masyarakat.
4.
Siswa akan mampu menunjukkan dan bebagi
tentang kelebihan yang dimilikinya. Membangun kelebihan yang dimiliki akan
memberikan suatu motivasi untuk menjadikan siswa sebagai seorang spesialis.
5.
Pada saat seorang pendidik mengajar
dalam rangka memahami, siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang positif
dan meningkatkan kemampuan untuk mencari solusi dalam memecahkan persoalan yang
dihadapinya.
6.
Kecerdasan Majemuk memberikan pandangan
bahwa terdapat sembilan macam kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Yang
membedakan antara satu dengan yang lainnya adalah komposisi atau dominasi dari
kecerdasan tersebut.
Selain itu berpijak
pada teori kecerdasan majemuk, maka manfaat yang dapat dirasakan secara umum
adalah:
1.
Dapat membuat setiap anak merasa senang
dalam belajar.
2.
Merangsang potensi kecerdasan setiap
anak secara maksimal sesuai dengan jenis kecerdasannya masing-masing.
3.
Memperlakukan potensi kecerdasan anak
secara lebih adil dan proposional.
4.
Bagi seorang guru teori ini sangat
bermanfaat dalam memperkaya metode pengajaran secara kreatif dan inovatif. Dan
mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakn kunci utama untuk kesuksesan
masa depan anak.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kecerdasan adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang.
Kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang tidak akan semuanya sama dengan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki orang lain, karena kemampuan banyak jenisnya
(beranekaragam), dan keanekaragaman dari kemampuan-kemampuan itu disebut dengan
kecerdasan majemuk (multiple intelegensi).
2. Menurut Gardner kecerdasan atau intelegensi ada 10 macam
yaitu: Kecerdasanlinguistic ( Linguistik intelligence ), Intelegensi
logis-matematis ( Logical matematich), Intelegensi Musik ( Musical
intelegence ), Intelegensi kinestetik. , Intelegensi
Visual-Spasial,Intelegensi Interpersonal, Intelegensi Intrapersonal, Intelegensi
Naturalis, Intelagensi Emosional, Intelegensi Spiritual.
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi intelegensi adalah faktor
bawaan atau keturunan, faktor
minat dan pembawaan yang khas, faktor
pembentukan atau lingkungan, faktor kematangan, faktor kebebasan.
DAFTAR PUSTAKA
Internet.Onlinehttp://www.id.islamicsources.com/download/MULTIPLE%20INTELLIGENCES.pdf
Diakses pada 29 September 2018
Internet.Online http://digilib.uinsby.ac.id/10899/5/bab%202.pdf
Diakses pada 29 September 2018
Internet.Onlinehttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/196510011998022-ERNAWULAN_SYAODIH/Multiple_Intelligences.pdf
Diakses pada 29 September 2018
No comments:
Post a Comment