Pendirian Pesantren di Denanyar Setelah menimba ilmu agama di Makkah ditambah bekal ‘nyantri keliling’, membuat KH. Bisri Syansuri galau. Betapa tidak, pernikahannya dengan Nyai Chadidjah membuat ia harus menentukan pilihan: kembali ke Tayu atau menetap di Jombang. Sebagai menantu dari pengasuh pesantren Tambak Beras, KH Bisri Syansuri tentunya juga diharapkan dapat mengamalkan ilmunya di Jombang. Maka, atas permintaan dari pihak keluarga istri, KH. Bisri Syansuri memilih menetap di Tambak Beras Jombang. Permintaan itu sendiri berlatar belakang darikuatnya tradisi mengambil menantu orang pandai bagi kalangan keluarga pengasuh pesantren di pedalaman, seperti Tambak Beras. Sudah barang tentu, hasrat ini juga untuk memperkuat posisi kultural mereka dalam pergulatan melawan perluasan budaya setempat yang non-muslim.
Tinggalnya KH. Bisri Syansuri di Tambak Beras ini juga berdasarkan pada pola pengasuhan anak lelaki pertamanya, Kiai Achmad Athoillah, yangmemang masih sangat belia. Sehingga diputuskanlah untuk menetap dan tinggal di Jombang. Setelah empat tahun menetap di rumah mertuanya dan membantu mengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras, KH. Bisri Syansuri mulai merintis pondok pesantrennya sendiri. Usaha ini berhasil berkat ban–tuan dan dorongan mertuanya, KH. Hasbullah dan gurunya, KH. Hasyim Asy’ari.
Pendirian pesantren oleh KH. Bisri Syansuri inipun tak jauh dari tempatnya semula, yakni di desa Denanyar, pinggiran kota Jombang.Ia menamai pesantren ini dengan sebutan Mambaul Ma’arif, Denanyar. Harapannya, pesantren ini menjadi tem–pat tumbuhnya kebijaksanaan dan bersemainya ilmu-ilmu agama.
Murid pertama KH.Bisri Syansuri berasal dari anak-anak tetangga yang masih dalam satu kawasan desa Denanyar. Di samping Abi Darda’, ada juga santri Muhadi Mustofa, Hasbullah dan Nur Salim, yang kesemuanya masih satu kampung. “Mereka datang untuk menuntut ilmu agama di surau KH. Bisri Syansuri di Denanyar,” tutur KH. Achwan, Santri KH. Bisri Syansuri saat diwawancarai pada 21 Oktober 2012 di kediamannya, Bojonegoro.
Keempat murid pertama itu tinggal di surau yang didirikan KH. Bisri Syansuri di tahun l917 (1336 H), dengan jalan menyekat sebagian ruang surau itu untuk kamar tempat tinggal mereka. Sistem yang digunakan masih bersifat sorogan, yaitu bimbingan individual untuk menguasai teks-teks lama secara bertaha
klik untuk cerita pesantren di denanyar part 2
klik untuk cerita pesantren di denanyar part 2
No comments:
Post a Comment